Minggu, 26 Agustus 2012

Lorok: Nostalgia Masa Lalu Ngadirojo & Wiyoro


Wilayah Tengah Kawasan Pusat Administrasi, Ekonomi, Olahraga, Pariwisata dan Seni Budaya 

Nostalgia Tempoe Dulu dan Kala Kini



Pada kesempatan kali ini, saya akan coba beberkan beberapa informasi sejauh yang saya tahu mengenai daerah Lorok dibagian tengah. Lorok bagian tengah seperti yang pernah saya singgung di artikel sebelumnya boleh dikatakan sebagai pusat kegiatan administrasi serta kegiatan ekonomi. Desa Ngadirojo sendiri merupakan Ibukota kecamatan sudah barang tentu memiliki beberapa gedung atau badan pemerintahan yang dipusatkan didaerah ini. Sedang kawasan Wiyoro lebih cenderung memberi warna pada aktifitas ekonominya. Jadi boleh dikatakan, kedua desa tadi merupakan barometer taraf hidup dan mobilitas penduduk Lorok. 

Kawasan Administratif

Beberapa bangunan Dinas pemerintahan dari zaman saya kecil dulu yang masih ada antara lain Pendopo Kawedanan, Koramil, Kantor Polisi dan Kantor Kecamatan lama berada di Desa Cokrokembang yang masih dekat dengan kawasan Kreteg. Gedung Kecamatan yang baru juga dibangun didekat bangunan lama persis pada perbatasan antara wilayah desa Cokrokembang dengan Desa Ngadirojo. 



Sebagai pusat pemerintahan kecamatan kota tentunya sejak dari dahulu Ngadirojo serta Wiyoro ditunjang oleh beberapa sarana penting yang kebetulan masih berguna sampai saat ini. Seperti halnya illustrasi desa Cokrokembang maka akan saya coba paparkan bangunan lama dari arah Utara.



Kantor Kecamatan

Seorang camat atau seorang Kepala desa merupakan figure Top bagi penduduk Lorok waktu itu. Setiap kali kita berpapasan dengan mereka perasaan bangga muncul tatkala senyum sapaan yang kita berikan mendapat balasan. Rasanya mereka-mereka itu tidak kalah dengan tenarnya dengan para pejabat pusat dinegeri ini. Salah satu orang camat yang saya ingat waktu itu sering kali digodain oleh kawula muda setempat biasa disebut Pak Dono. Apalagi sesaat setelah kita mendengar deru mobil dinasnya sontak semua semangat memberi “sambutan”. Mobil dinasnya Camat Lorok waktu itu masih berupa Mitsubishi Colt rakitan Krama Yudha Tiga Berlian dengan 2 lampu bunda dikanan kirinya serta warna orange.. sangatlah khas! Kalau sekarang mana ada kepala daerah yang mau?.. Selain itu, Gedung kecamatan lama lebih memiliki nilai seni budaya dengan adanya relief dikanan kiri gedung serta memiliki halaman yang luas nan teduh. Ada pohon besar yang menjulang sehingga siapapun betah bermain disitu apalagi waktu itu ada meja pingpong yang setiap sore tidak pernah absen digunakan. Benar-benar bangunan milik “rakyatlah”. Ketika pagi sampai siang digunakan kantor, sore hari selepas azhar digunakan sebagai arena bermain anak-anak serta main pingpong penduduk sekitar. 



Dahulu anda akan seringkali melihat bangunan seperti model diatas. Bangunan yang menyerupai candi dengan ukuran mini tersebut merupakan patokan batas wilayah desa. Tahun ini rasanya bangunan tersebut masih berdiri antara batas desa cokrokembang dan Ngadirojo, didepan Kantor Kecamatan Baru, akan tetapi kondisi bangunan tersebut tidaklah begitu terawat, bisa jadi dalam waktu dekat akan digantikan dengan model patokan yang baru. Di Lorok atau bahkan Pacitan sepertinya mulai digalakkan gerakan “pagerisasi” dengan model cungkup buat akses ke halaman depan rumah penduduk. Ya hal itu dibuat sebagai modal cagar budaya 50 tahun lagi kali… seperti halnya kawasan Solo, Jogja atau Bali. Kembali ke bangunan patokan lama, bilamana kita hitung sejak tahun 1990 bangunan tersebut telah berdiri lebih dari 20 tahun. Saran saya, sebagai orang Lorok ya mohon dipugar saja tidaklah perlu diganti.. siapa tahu ada generasi diatas kita menengok kampong halamanya kembali.  


 TK Dharma Wanita 

TK Dharma wanita merupakan salah satu TK favorit dikecamatan ini. Saya ingat salah satu guru TK saya waktu itu, kalau tidak salah namanya Bu Par. Dia mengajar banyak hal dan jujur waktu itu TK sudah diajari menulis walau hanya menirukan contoh dipapan tulis, menggambar serta ketrampilan tangan atau hasta karya. Seingat saya, waktu saya kecil apabila ke sekolah diantar oleh orang tua ya malunya bukan kepalang… teman-teman yang lain lho sudah banyak yang pergi sekolah sendiri bersama kakak atau mbak-nya. Aktivitas yang sering kali kita lakukan ialah bermain karya cipta dengan media tanah liat atau “lempung” yang diberi air. Karya yang kita buat ya model mobil-mobilan tanpa atap lengkap dengan tempat duduknya, kapal perang yang diletakan pada sandal bekas sehingga bila lempung sudah kering bisa ditarik, kalau yang cewek biasanya membuat miniature baduk dapur, pot kecil atau tumbukan beras dan kopi, selain itu juga membuat rangkaian rakit dari pelepah pisang yang disatukan dan banyak lagi. Gak heran ini TK merupakan TK favorite. 

Dari segi fasilitas bangunan, rasanya tidak banyak yang berubah, gedung model L serta playground yang ada didepan. Waktu itu lantainya sudah tekel tebal dari semen yang warnanya gelap itu. Sedangkan jenis dan posisi playground juga tidak banyak mengalami perubahan. hampir serupa dengan waktusaya kecil. Ada pelosotan “Slide” ditempat yang sama, saat  ini diberi tambahan bentuk ikan, ada juga “Swing”, jungkat-jungkitan “see-saw” dari kayu – sekarang mungkin dari logam. Yang baru mungkin bola rangka besi. Yang membedakan mungkin hanyalah pohon kamboja dihalaman depan sebelah utara yang tumbuh rindang dihamparan rumput tebal buat main bola plastik.     

Satu kisah yang paling menghebohkan waktu saya kecil ialah kisah si Tuharno. Waktu itu kami diajari kerja bhakti mengepel lantai. Anak dimanapun pasti senang sekali bila diajak bermain air dan kami pun juga senang bukan kepalang. Apalagi ada pompa air model “dragon”… Barang yang wow bagi masyarakat Lorok waktu itu. Biasanya kami menimba air pakai tali karet yang melingkari roda besi diatas, atau dua batang batang bamboo.. Tuharno semangat sekali memompa air sampai-sampai airnya meluap ke lantai sumur.. so dia terpeleset dan jatuh. Tragisnya bagian belakang kepalanya membentur lis semen lantai sumur. Sontak tangis dan darah berkucuran. Untung saja luka tersebut hanya melukai kulitnya dan tidak membuat dia gegar otak. Sontak cerita Tuharno kembali menguak memory saya setelah salah satu “kakang” saya mengingatkan tentang teman saya ini. 

Lapangan Ngadirojo: Pusat Olahraga, Hiburan Rakyat – Layar Tancap dan Orkes 

Lapangan Desa Ngadirojo merupakan pusat olahraga sekaligus pusat hiburan masyarakat Lorok waktu itu. Selain kerap kali mengelar tournament Sepakbola gala desa, yang mana tim kuat ya Desa Ngadirojo dan Hadowarno. Lapangan ini juga jarang absen mengelar kegiatan tahunan yakni Agustusan, pasar malam serta layar tancap. Saya sering diajak oleh kakung saya bila ada acara expo semacam itu dan nonton layar tancap atau konser musik dengan nenek saya waktu malam. Sudah barang tentu nontonnya juga berduyun-duyun dengan tetangga kanan kiri. Kayak piknik jadinya! Untuk layar tancap bila mana ada sponsor rokok yang menggelar pastilah gratis tanpa ticket masuk itu yang paling ditunggu-tunggu. Filmnya sendiri yang sering ditayangkan ya produksi Nyonya Meneer – WARKOP DKI.. nah yang nonton juga datang dari desa-desa pelosok yang lain.. yang jaraknya terkadang beberapa kilometer jauhnya . Mereka hanya naik sepeda angin alias GOWES.. tapi itulah indahnya… atau sekedar jalan kaki ke lapangan, tidak lupa kita bawa obor bamboo yang diberi sumbu kain dan minyak didalam ruas bamboo tersebut sebagai lentera. Lampu senter kita simpan karena beli baterenya mahal!!!  
 
Festival Agustusan – HUT RI

Exhibisi yang patut dan layaknya dikembangkan ialah Pesta Agustusan. Lapangan Ngadirojo sendiri dijadikan pusat festival. Bagi anak kecil seusia saya, waktu Agustusan disana heboh sekali. Semua golongan pasti ikut serta dan campur baur. Semua turun ke jalan untuk melihat pawai mulai lomba gerak jalan, pawai sepeda hias, dan pawai Agustusan juga – bedanya yang ini ada yang jalan kaki dan dengan gerobak yang diatasnya ada berbagai macam dekorasi dan tampilan. Hampir setiap desa mempertontonkan karyanya sambil dikirap dari arah utara (baran) s/d Hadiwarno disebelah selatan. Paman saya sendiri pernah meringis kakinya kepanasan selama pawai – waktu itu dia didandani ala Suku Papua dan tidak memakai alas kaki sedangkan pawainya sendiri dimulai dari jam10an sampai sore. Mbahde saya juga pernah diminta membuat boneka wanita yang sedang menggiling ketela untuk dibuatkan makanan pasar “gethuk lindri”. 

Lapangan sendiri disulap jadi pusat exhibition temporer. Sepanjang sisi lapangan banyak stan-stan dari desa atau sekolah pilihan yang berdiri. Sedangkan disisi luar jalanan banyak penjaja makanan yang berdiri. Stand-stand Desa atau sekolah semua menghadap ke tengah lapangan yang biasanya didirikan panggung pentas seni. Dari stand sekolah, apa yang ditampilkan yakni hasil ketrampilan siswa selama setahun belakangan. Dan semua itu dijual kepada pengunjung. Ketrampilan itu antara lain pot bunga, tempat majalah, bulu pembersih, sapu ijuk, atau yang lain. Sayang sekali bila kegiatan ini dihilangkan dari Kalendar pemerintah kecamatan. Saya sendiri sejauh ini tidak sempat untuk menyaksikan Festival Agustusan disana.  


Saya salut dengan rasa patriotism orang Lorok waktu dulu, ketika memasuki Bulan Agustus mereka selalu mengecat pagar rumah mereka entah yang terbuat dari bamboo atau sudah tembok bata dengan warna putih. Sedangkan warna merah digunakan untuk mewarnai tulisan 17-8-45. Satu sisi pintu pagar bertuliskan tanggal dan bulan sedangkan pasangan pintu pagar yang satunya bertuliskan tahun. Bendera Merah Putih juga berkibar lebih dari seminggu lamanya.   

Segi bangunan lapangan ini juga tidak banyak mengalami perubahan yang signiifikan. Dahulu ada 2 batang pohon besar yang tumbuh mengapit jalan masuk lapangan. Sekarang akses tersebut diberi tampilan dua menara gading dari semen. Dulu juga ada lapangan bola Volley didepan disebalah utara. Kedua sisi panjang lapangan diapit oleh kebun kepala milik penduduk.  

SD Negeri Ngadirojo

Inilah sekolah Dasar kebangaan kecamatan SDN 1 Ngadirojo yang selalu berkompetisi dengan SDN Wiyoro. Bangunan SD ini termasuk bangunan yang bagus waktu itu. Saya tidak melihat adanya cacat fisik bangunan. Kalau saya bandingkan dengan SD saya di kota lain.. ya masih unggul walaupun berada didesa. Kualitas alumninya hampir 80 persen melanjutkan diSMP Negeri Ngadirojo. 


Dari sisi bangunan, denah dari atas nya seperti model T. Serta ditunjang beberapa ruangan yang terpisah. Seperti Ruang Guru, Perpus, toiletnya. Ketiga ruangan pendukung tersebut disatukan oleh lorong yang ada atapnya dengan bangunan utama. bangunan yang membujur dari utara ke selatan disebelah timur ditempati oleh siswa kelas 1-2 plus koperasi sekolah. Bangunan yang lain membujur dari timur ke barat digunakan sebagai ruangan kelas mulai kelas 3-6. Bangunan tadi dikelilingi oleh teras yang lebarnya sekitar 1.5m dengan alas tekel semen yang masih mengkilap. Lapangan utama untuk upacara berada didepan halama sekolah. Ditambah pula area parkir yang aksesnya lewat jalan dibelakang kantor polisi dan SLB. jadi hampir tidak ada sepeda motor dan angin yang diparkir didepan. Papan Nama sekolah rasanya dulu lebih dekat dengan bangunan utama dan menghadap ke arah Utara didekat tanaman bunga. Seperti dalam gambar terbaru saat ini papannya diberi cungkup dan letaknya lebih maju mendekati pagar. Waktu itu pagarnya tidak setinggi dan semegah sekarang. kalau tidak salah pagarnya dulu hanya setinggi 60-80 cm dari tanah. Untuk olah raga sekolah bisa mengunakan area hijau disamping area parkir (biasanya kelas kecil), bisa juga mengunakan area halaman pendopo Kawedanan untuk kelas besar. oh.. ya baru ingat! Guru Olah Raganya waktu itu wajahnya mirip si Penyanyi ROCK terkenal yakni AHMAD ALBAR yang bernama Pak Amin dengan kendaraan khasnya waktu itu Honda Super Cup warna Merah.    

Membahas para guru saya masih ingat beberapa nama antara lain Pak Parnadi, Pak Tikno dengan kumis khasnya – lebih mirip Charlie Chaplin dia mengajar PKN sewaktu saya Kelas Satu, Lalu ada Pak Bari yang pandai bermain bola, beliau mengajar IPA kelas besar. Ada juga Bu Sur yang mengajar Bahasa Indonesia, Bu Sugeng dsb. Saya masih ingat ketika dihukum oleh walikelas saya tatkala sibuk mencari buku Bahasa Indonesia saya waktu diajari membaca “ini budi” Bapak tersebut mendatangi saya sambil membawa pengaris panjang bukannya untuk menghukum tapi sekedar menasihati untuk duduk diam dan menyimak pelajaran. walau saya Cuma sekolah sampai kelas empat, SD ini entah kenapa sulit tuk dilupakan. Yang paling saya suka ialah pelajaran Ketrampilan Seni Budaya. Saya masih ingat diminta untuk membuat pot bunga dari gallon cat ukuran 5 kilogram yang diberi hiasan tetesan limbah plastik, membuat gambar dari gabus batang ketela pohon, mewarnai dengan sikat gigi, membuat “dingklik”, dan mobil-mobilan dari kayu. walau saya bukanlah anak terampil dalam ilmu teknik tapi saya suka dengan sisi seni dan budayanya. Semoga saja kenangan ini bisa membuat SD Ngadirojo semakin terdepan dalam mencetak generasi baru bocah Lorok.   

Kawasan Kawedanan – Pendopo, Alun-alun, Industri Koprah, Kantor Polisi

Kawasan Kawedanan merupakan kawasan pusat pemerintahan Lorok kala itu. Sepertinya Kawedanan memiliki posisi yang lebih tinggi dalam system pemerintahan Kec Ngadirojo. Bisa jadi Istilah ini digunakan sebagai pusat pemerintahan kawasan Lorok dan Sudimoro yang secara geografis berada disebelah timur kec. Ngadirojo. Sudimoro merupakan batas wilayah sebelah timur kabupaten Pacitan dengan kabupaten Trenggalek. 



Sebagai pusat pemerintahan, kawedanan dibangun didesa Ngadirojo, daerah pojok dengan tikungan S atau model “Chicane”. Kawasan ini dilengkapi dengan tugu besar di ujung halaman, bangunan pendopo dengan arsitektur khas masyarakat kulonan “joglo” yang terbuka, kantor koramil yang berada disisi kiri lapangan atau menghadap ke barat, serta sarana olahraga. Waktu saya kecil, tahun 1988-1990, sarana itu berupa lapangan basket, tetapi entah sejak kapan lapangan tadi dialih fungsikan sebagai lapangan Tenis. 

Dahulu pendopo ini juga difungsikan sebagai balai pertemuan, dan lomba paduan suara dan pegelaran kesenian wayang baik wayang kulit maupun wayang wong.  Sedangkan halaman depan pendopo seringkali digunakan untuk upacara bendera. Halaman kawedanan juga pernah didapuk menjadi area Pasar Malam pada awal tahun 1990-an.
Diluar halaman pendopo sampai saat ini juga masih terdapat sebuah Toko kelontong yang lokasinya persis diujung jalan alias pojok. Toko tersebut, yang menghadap ke utara dulunya juga merupakan salah satu toko besar yang khusus menjual bahan materiil serta onderdil sepeda angin. Disamping toko juga masih terdapat bangunan gudang, kalau tidak salah gudang tadi merupakan sentra pengumpulan “kopra” yakni daging kepala yang dikeringkan sebagai komoditi dasar minyak goreng. Saat ini gudang tadi masih berdiri, lain halnya dengan fungsinya. Demikian halnya dengan jumlah rumah penduduk yang mendiami kawasan pojok ngadirojo. sepertinya tidak banyak berubah. Yakni 2-3 rumah yang menghadap kea rah timur dan satu bangunan yang menghadap ke utara (toko tadi). demikian pula toko yang berada didepan tugu kawedanan juga hampir tidak mengalami perubahan berarti. Bangunan toko besar dan bersih tersebut masih tetap saja berdiri. 


 
Pasar Lorok Wiyoro – Pasar Pahing

Bergerak ke arah selatan dari kawasan kawedanan sampai pasar Wiyoro atau pasar Pahing Lorok, saya mendapati beberapa bangunan yang masih tampak serupa dengan aslinya walau sudah lewat 20 tahunan. Sebut saja, masjid Al-Tagwa yang berdiri disisi kanan jalan raya dan berada dibelakang bangunan rumah warna Coklat dengan pintu dan dinding dari kayu. Masjid tersebut merupakan masjid yang megah dikawasan Ngadirojo. Didepan jalan masuk masjid tadi juga masaih ada bengkel motor. jaman dulu bengkel itu khusus melayani service sepeda angin dan tambal ban. Lalu toko buku siswa sebagai rujukan buku sekolah saya waktu itu. saat Ini dikawsan ini telah berubah dengan maraknya bangunan toserba seperti Tupani, Alfamart dsb. 

 
Sampailah kita dipasar Lorok. Pasar ini merupakan apsar yang terbesar dan paling ramai dikawasan kec Ngadirojo. Pasar Pahing julukan pasar ini selalu hiruk pikuk saat hari pasaran pahing tiba. Sedangkan ketika pasaran jatuh hari “wage” banyak pedagang yang memilih berjualan didaerah Pasar Panggul, 25 km arah timur Kec Ngadirojo, sedangkan bila Pon, Kliwon atau Legi biasa-biasa saja. Satu pasar lagi yang didekat pasar Pahing ialah pasar Tulakan yang berada disebelah barat utara, di wilayah kec tetangga yakni kec Tulakan. Komoditi pasar pahing sendiri yang dijualbelikan beraneka ragam. dari segi bangunan, pasar ini mengalami renovasi. Kios dan pintu masuk pasar dimundurkan sehingga bisa menyediakan lahan bagi pedagang temporer. Jadi dulu halaman pasar tidaklah seluas sekarang ini. Selain ramai untuk bertransaksi pasar depan pasar pahing lama juga berfungsi sebagai terminal bagi kendaraan. 

Terminal Lorok & Jasa Travel

Sekarang sudah dibangun sebuah terminal kecil sebagai pusat transportasi. letaknya berada di sebelah selatan pasar dan sebelah kanan jalan. Terminal ini melayani kendaraan umum yang ada. Bus mini juga beroperasi didaerah ini, diantaranya PO Aneka jaya, Ratna, Pelita Jaya, Cahaya Mulya. PO Ratna dulu memiliki trayek Pacitan – Lorok, sedangkan Aneka Jaya, Cahaya Mulya lebih memilih trayek Lorok – Panggul – Trengalek yang notabene lebih banyak peminatnya. Banyak penumpang yang hendak ke Surabaya lebih memilih lewat jalur “etan” alias Trenggalek. Dulu setiap orang Lorok yang ingin bepergian jauh seperti ke Surabaya, mereka sudah standby didepan jalan raya sejak pukul setengah empat pagi sehingga mereka bisa tiba di Trenggalek pukul tujuh pagi. Kebalikannya, bila mau ke Lorok dari trenggalek sudah pasti mereka berharap pukul 03 Pagi sudah sampai diterminal Trenggalek. Kala itu, jarang sekali yang memulai bepergian sore atau malam hari. Bus-bus tersebut lebih memilih masuk kandang menjelang magrib. 

 
Saat ini kondisi Bus tersebut sangat memprihatinkan, selain berkurangnya jumlah layanan operasi, kondosi fisik bus tersebut juga ala kadarnya. Bahkan banyak bus yang tidak beroperasi lagi. hal ini hampir terjadi pada dua trayek tadi baik jalur “etan” atau “kulon”. hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya pemilik motor di daerah ini sehingga lebih memilih naik motor karena ya medannya menarik dan lebih cepat. Rata-rata waktu tempuh berkisar 1,5 jam – 2 jam lewat trengalek dan 30-45 menitan lewat Pacitan. Selain makin maraknya motor, keberadaan travel yang langsung menghubungkan Surabaya – Lorok juga berpengaruh pada merosotnya kualitas dan frekwensi transportasi didaerah tersebut. Kebaradaan serta semakin banyaknya jumlah truck pick up yang diberi atap serta kendaraan minibus dengan trayek yang lebih pendek membuat nadi bus mini tersebut tersendat. 

Jaman dulu masyarakat sana lebih memilih naik bus mini karena trayek langsung dan lebih prestihge.. Sekarang dengan adanya Travel seperti Alextra dan Cahaya Mulya, masyarakat sekitar lebih memilih mengunakan jasa travel dengan alasan lebih pasti dapat tempat duduk, kendaraan AC dan lebih bisa menyingkat waktu perjalanan walau biaya yang dikenakan diatas akumulasi biaya naik bus.    

Setelah munculnya Travel maka terminal lorok hanya menjadi pemberhentian kendaraan umum saja, karena travel senidiri sepertinya tidak boleh parkir di lokasi terminal. Kendaraan pendukung yang ada seperti jenis becak motor – baik yang mengunakan mesin motor lawas atau sekelas mesin pemotong rumput. Becak pun masih ada walau jumlahnya semakin sedikit. lalu keberadaan ojek motor juga masih bisa dijumpai diterminal Lorok. 

Bioskop Wiyoro

Hiburan utama masyarakat Lorok antara tahun 1985—1992 selain pasar malam dan festival, yakni berdirinya Bioskop Wiyoro. Bangunan bioskop ini berada persisi didepan pasar Pahing Lorok. Bangunan yang hampir menyerupai bentuk gudang yang panjang ini menjadi primadona para kaum muda waktu itu. Kalau tidak salah semalam mereka mengelar 2 kali pertunjukan. Apalagi saat malam minggu. Yang pasti film yang diputar juga tidak kategoro film gress.. rata-rata kita harus menunggu film tersebut diputar diKota. Walau begitu ya masyarakat sudah bersyukur sekali. Selain harganya merakyat tahun 1990-an HTM hanya seharga Rp. 200-250 per permirsa dewasa. Entah sejak Kapan gedung film tersebut sudah tidak beroperasi lagi. Lahan bekas gedung tadi sudah direnovasi menjadi lahan stand beberapa toko yang buka sampai pukul 9-an malam.  

Yang berkesan dari Bioskop ini ya saat mereka mengelar promo film. Manager mengunakan mobil pick up atau angkutan kecil keliling dari arah Baran bahkan desa Cangkring disebelah utara lalu balik arah samapai kawasan hadiwarno. Dimobil tersebut terpampang poster kanvas yang besar serta megaphone. Sebagai anak kecil sekaligu anak desa, saya kerap kali berlarian, menghampiri dan berebutan dengan teman sepermainan tatkala mereka melempar brosur atau pamlet tentang film tersebut. Bangganya minta ampun bila bisa mendapatkan pamphlet tadi.  Sudah pasti pamphlet tadi saya bawa dan pamerkan ke teman-teman sekelas. Wuih Bangga!!!

1 komentar: