Minggu, 26 Agustus 2012

Lorok Ngadirojo Wilayah Selatan : Pesona Pariwisata Pantai

Nostalgia Tempoe Doeloe & Kala InI

Jalur Tanjung Puro – Hadiwarno



Melanjutkan dari ulasan sebelumnya, selepas dari desa Wiyoro, kearah selatan maka kita akan sampai dikawasan Desa Tanjung Puro, Hadiluwih dan Hadiwarno. Didaerah Tanjung Puro, yang panjang jalurnya tidaklah begitu panjang, kurang lebih 3 km, anda akan menikmati hamparan lahan padi dikanan kiri jalan..selain itu bangunan SMA Negeri Ngadirojo dengan gapura khasnya akan menanti anda, bila anda merasa lapar jangan kuatir karena dilokasi tersebut terdapat beberapa kios makanan yang ramai yang berada didepan pintu air. Kios Kios tersebut sudah dibangun disana sejak lama, rasanya perlu sekali untuk konservasikan wilayah ini dan didapuk menjadi sentra pujaera khas makanan Lorok yang nantinya bisa menyokong kebutuhan makanan dijalur Pantai Selatan.   
Berbicara tentang Pintu Air Tanjung Pura, pintu air ini mengatur irigasi aliran sungai yang asal bisa jadi sama dengan Pintu Air di kreteg Cerbon.. Aliran sungai mungkin tidak melewati depan pasar tapi aliran ini mulai membesar didekat pintu air. Kondisi jalananpun tidak banyak berubah yakni jalanan rindang dari lindungan pohon-pohon besar yang ada dikanan kiri badan jalan.  





Gang Boston


Saya tertarik dengan sebuah nama yang ada disini yakni Gang Boston.. rasanya nama tersebut tidak lagi digunakan saat ini dan diganti dengan nama yang lebih berbau Indonesia. Nama gang Boston sendiri merupakan akronim dari kata Jembatan Beton – yang lebih enak didengar ya nama Boston tadi. Kebetulan juga di ujung belakang gang tersebut ada sebuah jembatan gantung yang melintasi sungai terbesar dan terlebar di Kecamatan Ngadirojo. Aliran sungai tersebut bermula jauh di utara wilayah kecamatan dan mengalir melewati beberapa desa yang antara lain Desa Cangkring, Ngadirojo, Wiyoro, dan Tanjung Puro sampai bermuara ke Laut Selatan. Aliran sungai mengalir disebelah timur kecamatan Ngadirojo dan berbatasan dengan bukit/gunung disebelah timur.


Kawasan Pertigaan Hadiwarno 



Kreteg Kangkung

Lurus saja ke arah selatan maka kita akan menjumpai sebuah pertigaan besar, bila anda belok kearah kiri atau ke timur maka rute tersebut akan membawa anda ke arah kota Trenggalek dan pastinya anda akan melewati Kreteg Kangkung yang merupakan jembatan terbesar di Kecamatan Ngadirojo. Jembatan dari bahan beton dan baja ini pernah mengalami pelebaran dan rekonstruksi akan tetapi bentuknya hampir serupa dengan bentuk khasnya yakni konstruksi bajanya. Bisa dibayangkan betapa besar peranan jembatan ini, bila mana jembatan ini roboh pastinya arus lalulintas penghubung antara daerah Pacitan – Trenggalek akan putus total. 



Sampai saat ini peranan Kreteg Kangkung terlihat semakin vital dan belum tergantikan dengan adanya 2 proyek besar yakni PLTU Bawur dan Jalan Lintas Pantai Selatan. Saat ini saja jalan desa Hadiwarno telah mengalami pelebaran dan peningkatan kondisi jalan. Untuk mengetahui rute Ngadirojo trenggalek and bisa juga akses ke link berikut:
Link: 

http://uncommonlygenius.blogspot.com/2011/11/pesona-rute-touring-jalur-selatan.html

Pesona Pariwisata Pantai


Sebaliknya bilamana anda belok ke kanan maka anda akan memasuki kawasan wisata pantai dan desa Nelayan. Dulu dipojok pertigaan tadi, dibawah shelter sederhana, sempat digunakan untuk berjualan ikan hasil tangkapan nelayan. Ikan hasil tangkapan nelayan yang seringkali saya santap bersama keluarga saya disana ialah jenis ikan layur yang bentuknya pipih panjang, ikan tongkol, dan saya lupa namanya yang ini, warnanya agak pink (kemerah-merahan pada ekor dan sisiknya) dan memiliki daging yang lezat layaknya ikan mujair. Selain disini, bila ingin membeli ikan hasil tangkapan nelayan bisa menuju ke Segara Anakan – disebelah barat Pantai Taman dan sebelum daerah Puring. 


Didepan shelter tadi ada lapangan bola, yang kerap kali digunakan sebagai terminal dadakan saat Idul fitri hari ke 2. Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Lorok saat hari kedua Idul FItri digunakan untuk pergi ke Pantai Taman. Sarana transportasi yang melayani ya beraneka ragam mobil penumpang serta barang yang diberi kap sederhana. Nah dilapangan inilah mereka menjemput dan menurunkan wisatawan. Ada yang unik, banyak pemuda Lorok yang bekerja dikota sebagai supir mikrolet. Nah mereka membawa mikrolet tersebut ke Lorok dan dijadikan Andong. Ada yang berplatkan Surabaya, Malang dan kota-kota besar lainnya. Sepertinya semua sudah berubah, rasanya mikrolet-mikrolet dari luar kota tersebut dilarang beroperasi lagi ya demi rejekinya para kru transportasi setempat.  


Berbicara tentang Wisata Pantai, jaman dulu hanya Pantai Taman saja yang dikenal luas dan dijadikan tujuan berlibur. Pantai yang akses masuknya hampir tidak berubah plus toko disebelah gang yang nyaris tidak berubah, biasanya mengelar konser musik pada hari raya kedua. Begitu pula ketika hendak membersihkan diri, kita mesti berjalan dan mengunakan sumur milik warga dan masjid/mushola terdekat untuk bersih diri. Sekarang agak lumayan karena sudah dibangun sebuah shelter persis diujung gang masuk dan juga telah dilengkapi sarana kamar mandi. Sepertinya, Pantai Taman sudah mulai ditinggalkan oleh penikmat pantai sana, ini terlihat semakin banyaknya penikmat pantai yang lebih suka menghabiskan waktu di area pantai yang terletak disebalah barat dan sepanjang Jalur Lintas Selatan.  Bila anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang pesona pantai dikawasan ini, anda bisa akses via link berikut:

http://uncommonlygenius.blogspot.com/2011/05/jalur-selatan-pacitan-so-beautiful.html


Yaa begitulah cerita nostalgia saya semasa saya menghabiskan masa kecil saya di Lorok. Apabila isi konten ini agak subyektif ya sekali lagi saya minta maaf… jujur saja saya lebih banyak menghabiskan waktu di daerah Cokrokembang dan Ngadirojo sedang untuk wilayah Selatan, tidak banyak yang saya tahu...

Akhir Kata jangan segan-segan berkunjung ke daerah ini…    

 

Lorok: Nostalgia Masa Lalu Ngadirojo & Wiyoro


Wilayah Tengah Kawasan Pusat Administrasi, Ekonomi, Olahraga, Pariwisata dan Seni Budaya 

Nostalgia Tempoe Dulu dan Kala Kini



Pada kesempatan kali ini, saya akan coba beberkan beberapa informasi sejauh yang saya tahu mengenai daerah Lorok dibagian tengah. Lorok bagian tengah seperti yang pernah saya singgung di artikel sebelumnya boleh dikatakan sebagai pusat kegiatan administrasi serta kegiatan ekonomi. Desa Ngadirojo sendiri merupakan Ibukota kecamatan sudah barang tentu memiliki beberapa gedung atau badan pemerintahan yang dipusatkan didaerah ini. Sedang kawasan Wiyoro lebih cenderung memberi warna pada aktifitas ekonominya. Jadi boleh dikatakan, kedua desa tadi merupakan barometer taraf hidup dan mobilitas penduduk Lorok. 

Kawasan Administratif

Beberapa bangunan Dinas pemerintahan dari zaman saya kecil dulu yang masih ada antara lain Pendopo Kawedanan, Koramil, Kantor Polisi dan Kantor Kecamatan lama berada di Desa Cokrokembang yang masih dekat dengan kawasan Kreteg. Gedung Kecamatan yang baru juga dibangun didekat bangunan lama persis pada perbatasan antara wilayah desa Cokrokembang dengan Desa Ngadirojo. 



Sebagai pusat pemerintahan kecamatan kota tentunya sejak dari dahulu Ngadirojo serta Wiyoro ditunjang oleh beberapa sarana penting yang kebetulan masih berguna sampai saat ini. Seperti halnya illustrasi desa Cokrokembang maka akan saya coba paparkan bangunan lama dari arah Utara.



Kantor Kecamatan

Seorang camat atau seorang Kepala desa merupakan figure Top bagi penduduk Lorok waktu itu. Setiap kali kita berpapasan dengan mereka perasaan bangga muncul tatkala senyum sapaan yang kita berikan mendapat balasan. Rasanya mereka-mereka itu tidak kalah dengan tenarnya dengan para pejabat pusat dinegeri ini. Salah satu orang camat yang saya ingat waktu itu sering kali digodain oleh kawula muda setempat biasa disebut Pak Dono. Apalagi sesaat setelah kita mendengar deru mobil dinasnya sontak semua semangat memberi “sambutan”. Mobil dinasnya Camat Lorok waktu itu masih berupa Mitsubishi Colt rakitan Krama Yudha Tiga Berlian dengan 2 lampu bunda dikanan kirinya serta warna orange.. sangatlah khas! Kalau sekarang mana ada kepala daerah yang mau?.. Selain itu, Gedung kecamatan lama lebih memiliki nilai seni budaya dengan adanya relief dikanan kiri gedung serta memiliki halaman yang luas nan teduh. Ada pohon besar yang menjulang sehingga siapapun betah bermain disitu apalagi waktu itu ada meja pingpong yang setiap sore tidak pernah absen digunakan. Benar-benar bangunan milik “rakyatlah”. Ketika pagi sampai siang digunakan kantor, sore hari selepas azhar digunakan sebagai arena bermain anak-anak serta main pingpong penduduk sekitar. 



Dahulu anda akan seringkali melihat bangunan seperti model diatas. Bangunan yang menyerupai candi dengan ukuran mini tersebut merupakan patokan batas wilayah desa. Tahun ini rasanya bangunan tersebut masih berdiri antara batas desa cokrokembang dan Ngadirojo, didepan Kantor Kecamatan Baru, akan tetapi kondisi bangunan tersebut tidaklah begitu terawat, bisa jadi dalam waktu dekat akan digantikan dengan model patokan yang baru. Di Lorok atau bahkan Pacitan sepertinya mulai digalakkan gerakan “pagerisasi” dengan model cungkup buat akses ke halaman depan rumah penduduk. Ya hal itu dibuat sebagai modal cagar budaya 50 tahun lagi kali… seperti halnya kawasan Solo, Jogja atau Bali. Kembali ke bangunan patokan lama, bilamana kita hitung sejak tahun 1990 bangunan tersebut telah berdiri lebih dari 20 tahun. Saran saya, sebagai orang Lorok ya mohon dipugar saja tidaklah perlu diganti.. siapa tahu ada generasi diatas kita menengok kampong halamanya kembali.  


 TK Dharma Wanita 

TK Dharma wanita merupakan salah satu TK favorit dikecamatan ini. Saya ingat salah satu guru TK saya waktu itu, kalau tidak salah namanya Bu Par. Dia mengajar banyak hal dan jujur waktu itu TK sudah diajari menulis walau hanya menirukan contoh dipapan tulis, menggambar serta ketrampilan tangan atau hasta karya. Seingat saya, waktu saya kecil apabila ke sekolah diantar oleh orang tua ya malunya bukan kepalang… teman-teman yang lain lho sudah banyak yang pergi sekolah sendiri bersama kakak atau mbak-nya. Aktivitas yang sering kali kita lakukan ialah bermain karya cipta dengan media tanah liat atau “lempung” yang diberi air. Karya yang kita buat ya model mobil-mobilan tanpa atap lengkap dengan tempat duduknya, kapal perang yang diletakan pada sandal bekas sehingga bila lempung sudah kering bisa ditarik, kalau yang cewek biasanya membuat miniature baduk dapur, pot kecil atau tumbukan beras dan kopi, selain itu juga membuat rangkaian rakit dari pelepah pisang yang disatukan dan banyak lagi. Gak heran ini TK merupakan TK favorite. 

Dari segi fasilitas bangunan, rasanya tidak banyak yang berubah, gedung model L serta playground yang ada didepan. Waktu itu lantainya sudah tekel tebal dari semen yang warnanya gelap itu. Sedangkan jenis dan posisi playground juga tidak banyak mengalami perubahan. hampir serupa dengan waktusaya kecil. Ada pelosotan “Slide” ditempat yang sama, saat  ini diberi tambahan bentuk ikan, ada juga “Swing”, jungkat-jungkitan “see-saw” dari kayu – sekarang mungkin dari logam. Yang baru mungkin bola rangka besi. Yang membedakan mungkin hanyalah pohon kamboja dihalaman depan sebelah utara yang tumbuh rindang dihamparan rumput tebal buat main bola plastik.     

Satu kisah yang paling menghebohkan waktu saya kecil ialah kisah si Tuharno. Waktu itu kami diajari kerja bhakti mengepel lantai. Anak dimanapun pasti senang sekali bila diajak bermain air dan kami pun juga senang bukan kepalang. Apalagi ada pompa air model “dragon”… Barang yang wow bagi masyarakat Lorok waktu itu. Biasanya kami menimba air pakai tali karet yang melingkari roda besi diatas, atau dua batang batang bamboo.. Tuharno semangat sekali memompa air sampai-sampai airnya meluap ke lantai sumur.. so dia terpeleset dan jatuh. Tragisnya bagian belakang kepalanya membentur lis semen lantai sumur. Sontak tangis dan darah berkucuran. Untung saja luka tersebut hanya melukai kulitnya dan tidak membuat dia gegar otak. Sontak cerita Tuharno kembali menguak memory saya setelah salah satu “kakang” saya mengingatkan tentang teman saya ini. 

Lapangan Ngadirojo: Pusat Olahraga, Hiburan Rakyat – Layar Tancap dan Orkes 

Lapangan Desa Ngadirojo merupakan pusat olahraga sekaligus pusat hiburan masyarakat Lorok waktu itu. Selain kerap kali mengelar tournament Sepakbola gala desa, yang mana tim kuat ya Desa Ngadirojo dan Hadowarno. Lapangan ini juga jarang absen mengelar kegiatan tahunan yakni Agustusan, pasar malam serta layar tancap. Saya sering diajak oleh kakung saya bila ada acara expo semacam itu dan nonton layar tancap atau konser musik dengan nenek saya waktu malam. Sudah barang tentu nontonnya juga berduyun-duyun dengan tetangga kanan kiri. Kayak piknik jadinya! Untuk layar tancap bila mana ada sponsor rokok yang menggelar pastilah gratis tanpa ticket masuk itu yang paling ditunggu-tunggu. Filmnya sendiri yang sering ditayangkan ya produksi Nyonya Meneer – WARKOP DKI.. nah yang nonton juga datang dari desa-desa pelosok yang lain.. yang jaraknya terkadang beberapa kilometer jauhnya . Mereka hanya naik sepeda angin alias GOWES.. tapi itulah indahnya… atau sekedar jalan kaki ke lapangan, tidak lupa kita bawa obor bamboo yang diberi sumbu kain dan minyak didalam ruas bamboo tersebut sebagai lentera. Lampu senter kita simpan karena beli baterenya mahal!!!  
 
Festival Agustusan – HUT RI

Exhibisi yang patut dan layaknya dikembangkan ialah Pesta Agustusan. Lapangan Ngadirojo sendiri dijadikan pusat festival. Bagi anak kecil seusia saya, waktu Agustusan disana heboh sekali. Semua golongan pasti ikut serta dan campur baur. Semua turun ke jalan untuk melihat pawai mulai lomba gerak jalan, pawai sepeda hias, dan pawai Agustusan juga – bedanya yang ini ada yang jalan kaki dan dengan gerobak yang diatasnya ada berbagai macam dekorasi dan tampilan. Hampir setiap desa mempertontonkan karyanya sambil dikirap dari arah utara (baran) s/d Hadiwarno disebelah selatan. Paman saya sendiri pernah meringis kakinya kepanasan selama pawai – waktu itu dia didandani ala Suku Papua dan tidak memakai alas kaki sedangkan pawainya sendiri dimulai dari jam10an sampai sore. Mbahde saya juga pernah diminta membuat boneka wanita yang sedang menggiling ketela untuk dibuatkan makanan pasar “gethuk lindri”. 

Lapangan sendiri disulap jadi pusat exhibition temporer. Sepanjang sisi lapangan banyak stan-stan dari desa atau sekolah pilihan yang berdiri. Sedangkan disisi luar jalanan banyak penjaja makanan yang berdiri. Stand-stand Desa atau sekolah semua menghadap ke tengah lapangan yang biasanya didirikan panggung pentas seni. Dari stand sekolah, apa yang ditampilkan yakni hasil ketrampilan siswa selama setahun belakangan. Dan semua itu dijual kepada pengunjung. Ketrampilan itu antara lain pot bunga, tempat majalah, bulu pembersih, sapu ijuk, atau yang lain. Sayang sekali bila kegiatan ini dihilangkan dari Kalendar pemerintah kecamatan. Saya sendiri sejauh ini tidak sempat untuk menyaksikan Festival Agustusan disana.  


Saya salut dengan rasa patriotism orang Lorok waktu dulu, ketika memasuki Bulan Agustus mereka selalu mengecat pagar rumah mereka entah yang terbuat dari bamboo atau sudah tembok bata dengan warna putih. Sedangkan warna merah digunakan untuk mewarnai tulisan 17-8-45. Satu sisi pintu pagar bertuliskan tanggal dan bulan sedangkan pasangan pintu pagar yang satunya bertuliskan tahun. Bendera Merah Putih juga berkibar lebih dari seminggu lamanya.   

Segi bangunan lapangan ini juga tidak banyak mengalami perubahan yang signiifikan. Dahulu ada 2 batang pohon besar yang tumbuh mengapit jalan masuk lapangan. Sekarang akses tersebut diberi tampilan dua menara gading dari semen. Dulu juga ada lapangan bola Volley didepan disebalah utara. Kedua sisi panjang lapangan diapit oleh kebun kepala milik penduduk.  

SD Negeri Ngadirojo

Inilah sekolah Dasar kebangaan kecamatan SDN 1 Ngadirojo yang selalu berkompetisi dengan SDN Wiyoro. Bangunan SD ini termasuk bangunan yang bagus waktu itu. Saya tidak melihat adanya cacat fisik bangunan. Kalau saya bandingkan dengan SD saya di kota lain.. ya masih unggul walaupun berada didesa. Kualitas alumninya hampir 80 persen melanjutkan diSMP Negeri Ngadirojo. 


Dari sisi bangunan, denah dari atas nya seperti model T. Serta ditunjang beberapa ruangan yang terpisah. Seperti Ruang Guru, Perpus, toiletnya. Ketiga ruangan pendukung tersebut disatukan oleh lorong yang ada atapnya dengan bangunan utama. bangunan yang membujur dari utara ke selatan disebelah timur ditempati oleh siswa kelas 1-2 plus koperasi sekolah. Bangunan yang lain membujur dari timur ke barat digunakan sebagai ruangan kelas mulai kelas 3-6. Bangunan tadi dikelilingi oleh teras yang lebarnya sekitar 1.5m dengan alas tekel semen yang masih mengkilap. Lapangan utama untuk upacara berada didepan halama sekolah. Ditambah pula area parkir yang aksesnya lewat jalan dibelakang kantor polisi dan SLB. jadi hampir tidak ada sepeda motor dan angin yang diparkir didepan. Papan Nama sekolah rasanya dulu lebih dekat dengan bangunan utama dan menghadap ke arah Utara didekat tanaman bunga. Seperti dalam gambar terbaru saat ini papannya diberi cungkup dan letaknya lebih maju mendekati pagar. Waktu itu pagarnya tidak setinggi dan semegah sekarang. kalau tidak salah pagarnya dulu hanya setinggi 60-80 cm dari tanah. Untuk olah raga sekolah bisa mengunakan area hijau disamping area parkir (biasanya kelas kecil), bisa juga mengunakan area halaman pendopo Kawedanan untuk kelas besar. oh.. ya baru ingat! Guru Olah Raganya waktu itu wajahnya mirip si Penyanyi ROCK terkenal yakni AHMAD ALBAR yang bernama Pak Amin dengan kendaraan khasnya waktu itu Honda Super Cup warna Merah.    

Membahas para guru saya masih ingat beberapa nama antara lain Pak Parnadi, Pak Tikno dengan kumis khasnya – lebih mirip Charlie Chaplin dia mengajar PKN sewaktu saya Kelas Satu, Lalu ada Pak Bari yang pandai bermain bola, beliau mengajar IPA kelas besar. Ada juga Bu Sur yang mengajar Bahasa Indonesia, Bu Sugeng dsb. Saya masih ingat ketika dihukum oleh walikelas saya tatkala sibuk mencari buku Bahasa Indonesia saya waktu diajari membaca “ini budi” Bapak tersebut mendatangi saya sambil membawa pengaris panjang bukannya untuk menghukum tapi sekedar menasihati untuk duduk diam dan menyimak pelajaran. walau saya Cuma sekolah sampai kelas empat, SD ini entah kenapa sulit tuk dilupakan. Yang paling saya suka ialah pelajaran Ketrampilan Seni Budaya. Saya masih ingat diminta untuk membuat pot bunga dari gallon cat ukuran 5 kilogram yang diberi hiasan tetesan limbah plastik, membuat gambar dari gabus batang ketela pohon, mewarnai dengan sikat gigi, membuat “dingklik”, dan mobil-mobilan dari kayu. walau saya bukanlah anak terampil dalam ilmu teknik tapi saya suka dengan sisi seni dan budayanya. Semoga saja kenangan ini bisa membuat SD Ngadirojo semakin terdepan dalam mencetak generasi baru bocah Lorok.   

Kawasan Kawedanan – Pendopo, Alun-alun, Industri Koprah, Kantor Polisi

Kawasan Kawedanan merupakan kawasan pusat pemerintahan Lorok kala itu. Sepertinya Kawedanan memiliki posisi yang lebih tinggi dalam system pemerintahan Kec Ngadirojo. Bisa jadi Istilah ini digunakan sebagai pusat pemerintahan kawasan Lorok dan Sudimoro yang secara geografis berada disebelah timur kec. Ngadirojo. Sudimoro merupakan batas wilayah sebelah timur kabupaten Pacitan dengan kabupaten Trenggalek. 



Sebagai pusat pemerintahan, kawedanan dibangun didesa Ngadirojo, daerah pojok dengan tikungan S atau model “Chicane”. Kawasan ini dilengkapi dengan tugu besar di ujung halaman, bangunan pendopo dengan arsitektur khas masyarakat kulonan “joglo” yang terbuka, kantor koramil yang berada disisi kiri lapangan atau menghadap ke barat, serta sarana olahraga. Waktu saya kecil, tahun 1988-1990, sarana itu berupa lapangan basket, tetapi entah sejak kapan lapangan tadi dialih fungsikan sebagai lapangan Tenis. 

Dahulu pendopo ini juga difungsikan sebagai balai pertemuan, dan lomba paduan suara dan pegelaran kesenian wayang baik wayang kulit maupun wayang wong.  Sedangkan halaman depan pendopo seringkali digunakan untuk upacara bendera. Halaman kawedanan juga pernah didapuk menjadi area Pasar Malam pada awal tahun 1990-an.
Diluar halaman pendopo sampai saat ini juga masih terdapat sebuah Toko kelontong yang lokasinya persis diujung jalan alias pojok. Toko tersebut, yang menghadap ke utara dulunya juga merupakan salah satu toko besar yang khusus menjual bahan materiil serta onderdil sepeda angin. Disamping toko juga masih terdapat bangunan gudang, kalau tidak salah gudang tadi merupakan sentra pengumpulan “kopra” yakni daging kepala yang dikeringkan sebagai komoditi dasar minyak goreng. Saat ini gudang tadi masih berdiri, lain halnya dengan fungsinya. Demikian halnya dengan jumlah rumah penduduk yang mendiami kawasan pojok ngadirojo. sepertinya tidak banyak berubah. Yakni 2-3 rumah yang menghadap kea rah timur dan satu bangunan yang menghadap ke utara (toko tadi). demikian pula toko yang berada didepan tugu kawedanan juga hampir tidak mengalami perubahan berarti. Bangunan toko besar dan bersih tersebut masih tetap saja berdiri. 


 
Pasar Lorok Wiyoro – Pasar Pahing

Bergerak ke arah selatan dari kawasan kawedanan sampai pasar Wiyoro atau pasar Pahing Lorok, saya mendapati beberapa bangunan yang masih tampak serupa dengan aslinya walau sudah lewat 20 tahunan. Sebut saja, masjid Al-Tagwa yang berdiri disisi kanan jalan raya dan berada dibelakang bangunan rumah warna Coklat dengan pintu dan dinding dari kayu. Masjid tersebut merupakan masjid yang megah dikawasan Ngadirojo. Didepan jalan masuk masjid tadi juga masaih ada bengkel motor. jaman dulu bengkel itu khusus melayani service sepeda angin dan tambal ban. Lalu toko buku siswa sebagai rujukan buku sekolah saya waktu itu. saat Ini dikawsan ini telah berubah dengan maraknya bangunan toserba seperti Tupani, Alfamart dsb. 

 
Sampailah kita dipasar Lorok. Pasar ini merupakan apsar yang terbesar dan paling ramai dikawasan kec Ngadirojo. Pasar Pahing julukan pasar ini selalu hiruk pikuk saat hari pasaran pahing tiba. Sedangkan ketika pasaran jatuh hari “wage” banyak pedagang yang memilih berjualan didaerah Pasar Panggul, 25 km arah timur Kec Ngadirojo, sedangkan bila Pon, Kliwon atau Legi biasa-biasa saja. Satu pasar lagi yang didekat pasar Pahing ialah pasar Tulakan yang berada disebelah barat utara, di wilayah kec tetangga yakni kec Tulakan. Komoditi pasar pahing sendiri yang dijualbelikan beraneka ragam. dari segi bangunan, pasar ini mengalami renovasi. Kios dan pintu masuk pasar dimundurkan sehingga bisa menyediakan lahan bagi pedagang temporer. Jadi dulu halaman pasar tidaklah seluas sekarang ini. Selain ramai untuk bertransaksi pasar depan pasar pahing lama juga berfungsi sebagai terminal bagi kendaraan. 

Terminal Lorok & Jasa Travel

Sekarang sudah dibangun sebuah terminal kecil sebagai pusat transportasi. letaknya berada di sebelah selatan pasar dan sebelah kanan jalan. Terminal ini melayani kendaraan umum yang ada. Bus mini juga beroperasi didaerah ini, diantaranya PO Aneka jaya, Ratna, Pelita Jaya, Cahaya Mulya. PO Ratna dulu memiliki trayek Pacitan – Lorok, sedangkan Aneka Jaya, Cahaya Mulya lebih memilih trayek Lorok – Panggul – Trengalek yang notabene lebih banyak peminatnya. Banyak penumpang yang hendak ke Surabaya lebih memilih lewat jalur “etan” alias Trenggalek. Dulu setiap orang Lorok yang ingin bepergian jauh seperti ke Surabaya, mereka sudah standby didepan jalan raya sejak pukul setengah empat pagi sehingga mereka bisa tiba di Trenggalek pukul tujuh pagi. Kebalikannya, bila mau ke Lorok dari trenggalek sudah pasti mereka berharap pukul 03 Pagi sudah sampai diterminal Trenggalek. Kala itu, jarang sekali yang memulai bepergian sore atau malam hari. Bus-bus tersebut lebih memilih masuk kandang menjelang magrib. 

 
Saat ini kondisi Bus tersebut sangat memprihatinkan, selain berkurangnya jumlah layanan operasi, kondosi fisik bus tersebut juga ala kadarnya. Bahkan banyak bus yang tidak beroperasi lagi. hal ini hampir terjadi pada dua trayek tadi baik jalur “etan” atau “kulon”. hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya pemilik motor di daerah ini sehingga lebih memilih naik motor karena ya medannya menarik dan lebih cepat. Rata-rata waktu tempuh berkisar 1,5 jam – 2 jam lewat trengalek dan 30-45 menitan lewat Pacitan. Selain makin maraknya motor, keberadaan travel yang langsung menghubungkan Surabaya – Lorok juga berpengaruh pada merosotnya kualitas dan frekwensi transportasi didaerah tersebut. Kebaradaan serta semakin banyaknya jumlah truck pick up yang diberi atap serta kendaraan minibus dengan trayek yang lebih pendek membuat nadi bus mini tersebut tersendat. 

Jaman dulu masyarakat sana lebih memilih naik bus mini karena trayek langsung dan lebih prestihge.. Sekarang dengan adanya Travel seperti Alextra dan Cahaya Mulya, masyarakat sekitar lebih memilih mengunakan jasa travel dengan alasan lebih pasti dapat tempat duduk, kendaraan AC dan lebih bisa menyingkat waktu perjalanan walau biaya yang dikenakan diatas akumulasi biaya naik bus.    

Setelah munculnya Travel maka terminal lorok hanya menjadi pemberhentian kendaraan umum saja, karena travel senidiri sepertinya tidak boleh parkir di lokasi terminal. Kendaraan pendukung yang ada seperti jenis becak motor – baik yang mengunakan mesin motor lawas atau sekelas mesin pemotong rumput. Becak pun masih ada walau jumlahnya semakin sedikit. lalu keberadaan ojek motor juga masih bisa dijumpai diterminal Lorok. 

Bioskop Wiyoro

Hiburan utama masyarakat Lorok antara tahun 1985—1992 selain pasar malam dan festival, yakni berdirinya Bioskop Wiyoro. Bangunan bioskop ini berada persisi didepan pasar Pahing Lorok. Bangunan yang hampir menyerupai bentuk gudang yang panjang ini menjadi primadona para kaum muda waktu itu. Kalau tidak salah semalam mereka mengelar 2 kali pertunjukan. Apalagi saat malam minggu. Yang pasti film yang diputar juga tidak kategoro film gress.. rata-rata kita harus menunggu film tersebut diputar diKota. Walau begitu ya masyarakat sudah bersyukur sekali. Selain harganya merakyat tahun 1990-an HTM hanya seharga Rp. 200-250 per permirsa dewasa. Entah sejak Kapan gedung film tersebut sudah tidak beroperasi lagi. Lahan bekas gedung tadi sudah direnovasi menjadi lahan stand beberapa toko yang buka sampai pukul 9-an malam.  

Yang berkesan dari Bioskop ini ya saat mereka mengelar promo film. Manager mengunakan mobil pick up atau angkutan kecil keliling dari arah Baran bahkan desa Cangkring disebelah utara lalu balik arah samapai kawasan hadiwarno. Dimobil tersebut terpampang poster kanvas yang besar serta megaphone. Sebagai anak kecil sekaligu anak desa, saya kerap kali berlarian, menghampiri dan berebutan dengan teman sepermainan tatkala mereka melempar brosur atau pamlet tentang film tersebut. Bangganya minta ampun bila bisa mendapatkan pamphlet tadi.  Sudah pasti pamphlet tadi saya bawa dan pamerkan ke teman-teman sekelas. Wuih Bangga!!!

Jumat, 24 Agustus 2012

Lorok Ngadirojo – Nostalgia Tempoe Dulu dan Kala Kini


Nostalgia Tempoe Dulu dan Kala Kini


My Memories… Kacang yang (semoga) tak lupa kulitnya.. 

Akhirnya apa yang saya harapkan setelah menulis ini itu tentang lorok kesampaian juga. Setelah mendapat libur untuk lebaran, walau saya tidak ikut serta merayakannya saya rasa ini merupakan kesempatan terbaik untuk menebus janji saya tempo hari yakni menyajikan hal-hal yang lain tentang Lorok. Sebenarnya saya agak malu lha wong saya Cuma jeptrat-jepret ala Photographer amatir lalu saya juga tidak bisa menjawab untuk apa semua hasil jepretan saya.  Malahan saya dikira akan membuat laporan serta hendak memberikan sumbangan jutaan rupiah pada object yang saya ambil. ciut juga nyali ini..

Sesuai dengan judul diatas, namanya saja nostalgia tempo dulu… jelas-jelas ya maaf saja bila mana isinya agak subyektif. Saya juga tidak mengharap konten ini akan dijadikan rujukan sejarah.. saya sendiri tidak sempat untuk mengali sejarah Lorok.. jadinya ya content ini lebih bersifat naratif dan entertaint saja.. tujuan saya malahan hanya sekedar berbagi cerita betapa berkesannya hidup ini tatkala pernah tinggal di desa, mendapat sebutan “wong ndeso” atau “cah ngunung” apalagi stigma masyarakat, sebelum SBY jadi Presiden, orang Pacitan merupakan “kaum marginal” atau inferior.. kaum pekerja buruh dan PRT baik yang jadi TKW atau bekerja dikota besar.. tapi itu dulu bukan? banyak lho orang-orang Pacitan yang sukses diberbagai bidang dikota-kota besar…

Semoga saja anak-anak atau generasi baru orang Pacitan tidak merasa minder untuk terus terang bilamana mereka ditanya dari mana asal daerah mereka. hal ini seakan terasa cukup menyedihkan bilamana dihadapi oleh anak-anak pelajar.. seakan-akan mereka berat hati untuk menjawab dengan banga “Saya orang Pacitan”,


 Saya ini Orang Lorok.. Wong Pacitan.. 


Sebagai informasi tambahan, saya berterimakasih bilamana masih diperbolehkan menyandang predikat sebagai “Wong Lorok” lha memang saya dilahirkan disana, lebih tepatnya di dusun Cerbon, Desa Cokrokembang, Kec Ngadirojo. Saya lahir ketika lampu penerangan belumlah masuk dikawasan ini.. sesuai cerita Kakung saya, almarhum Mbah Mudji, waktu itu ya masih pakai lampu Oblik – lampu sumbu dengan minyak tanah, atau lampu petromak bila kita tergolong kalangan mampu.. Lanjut cerita masa kecil saya habiskan di Surabaya, tempat leluhur dari Ayah saya. Ehhh… balik lagi ke Lorok sewaktu usia masuk sekolah. Saya sendiri sempat mencicipi bangku TK Dharma Wanita selama setahun lalu tercatat sebagai salah satu murid yang termasuk golongan kurang pandai di SDN Ngadirojo sampai kelas empat SD. Sehabis itu, Lorok merupakan tujuan liburan dan lebaran yang saya kunjungi sekali dalam dua-tiga tahun… disaat inilah banyak informasi perkembangan yang saya lewatkan… jaman itu belum ngetrend internet jadinya ya… masuk lagi ke “the Dark ages” versi saya sendiri sih… 


Ketika beberapa kali saya menulis artikel diblog ini, yang mendasari ialah kecintaan pada tanah kelahiran saja. Banyak memori sewaktu kecil yang mewarnani kehidupan saya. Oleh karena itulah, saya ingin mengabadikan beberapa tempat yang menggambil sejarah dalam kehidupan saya dahulu. Karena peran almarhum kakek saya serta keluarga saya, koq rasanya eman bilamana hal itu terhapus dari memory saya. Nah, dari dahulu sewaktu kecil sekitar tahun 1990-an saya mencoba berbagi cerita tentang beberapa tempat yang saya kenal diLorok. 


Kontent ini rasanya akan terasa panjang sekali tuk diikuti oleh karena itu, saya akan membagi dalam 3 bahasan yang saya sesuaikan dengan geografi-nya: Yakni Kecamatan bagian Utara (Cokrokembang), Bagian Tengah (Ngadirojo – Wiyoro) dan Bagian Selatan (Tangjung Puro – Hadiwarno). Bagian tengah merupakan pusat admisnitrasi Kec ini. Bagian Selatan lebih terkenal dengan Hasil Perikanan & Pariwisata Pantai.. kalau bagian utara lebih cocoknya apa ya?... kawasan Agraris sepertinya lebih cocok.. 


Ayo.. dhang diwiwiti… (Let’s Get Started!)

Desa Cokrokembang – Bagian Utara kecamatan Ngadirojo

 
Puskesmas Ngadirojo (Lokasi: Desa Cokrokembang – Prapatan Baran)


Kita mulai saja dari arah utara. kawasan Kec Kota ini rasanya dimulai dari perempatan Baran. Disana sejak saya kecil telah berdiri sebuah Puskesmas Kec. Saat ini Puskesmas tersebut telah berkembang pesat dan mampu menjadi jujukan orang-orang Lorok tuk berobat. Seingat saya, bangunan utama waktu itu membujur disebelah utara gedung. Saya sendiri jarang sekali pergi berobat tapi saya ingat waktu gigi saya saya mulai tumbuh dan berobat kesana. Dulu kala saya seringkali di ajak jalan pagi setelah subuh oleh mendiang kakek saya dari arah Cerbon ke Puskesmas lalu balik lagi.  Waktu itu saya malah mengunakan alas kaki.. dan menikmati asphalt jalan raya yang ada Dan banyak juga warga sekitar yang sekedar jalan-jalan pagi disepanjang jalan puskesamas tersebut. Untuk mendapatkan Informasi lebih lanjut tentang puskesmas ini, bisa diakses diblog yang bisa diperoleh digoogle search engine.

Saat ini, perkembangan kawasan ini telah maju dengan adanya, lampu rambu lalu lintas, pembersihan kios liar yang pernah menempati area depan Rumah sakit, jalanan yang semakin lapang serta masih terjaganya area persawahan yang berada dikedua sisi jalan… benar-benar kawasan hijau pedesaan.. 


 
SMP Negeri 1 Ngadirojo (Lokasi: Desa Cokrokembang)

Lanjut ke arah selatan, disebelah kiri jalan berdiri sebuah SMP Negeri 1 Ngadirojo. Saya sendiri tidak pernah sekolah di tempat itu. Walau begitu berbagai cerita tentang sekolah tersebut sempat saya dengar. Sekolah tersebut merupakan sekolah favorit anak-anak Lorok. Selain itu bila bisa masuk sekolah itu maka prestige kita akan naik.. mereka semua percaya hanya anak-anak pandai yang bisa sekolah disitu dan sampai dibela-belain turun gunung bagi yang bertempat tinggal jauh dikawasan pegunungan. Selain itu seingat saya dipojok bagian depan sebelah utara bangunan depan tumbuh beberapa ruas pohon bamboo.. dan menyimpan cerita mistik tersendiri. Konon dulu banyak sekali yang digoda atau sekedar dilihati hal-hal mistik. Seiring dengan masuknya penerangan maka cerita itu tinggal kenangan. Oh ya… satu karakter guru kondang yang sering kali saya dengar ialah Bapak Agus Salim… kebetulan sekali beliau ialah Bapaknya teman saya waktu masih SD.. walau saya tidak pernah sekalipun berada dibawah bimbingan beliau namanya santer dan menjadi buah bibir beberapa alumni SMP tersebut yang saya kenal. Beliau terkenal karena sifat dan ketegasan dalam mendidik anak-anaknya yang notabene merasa sekolah hanyalah sekedar kewajiban belaka.   


Kawasan Kreteg Cerbon – Pasar Cerbon – Warung Pojok Pak Heri

 

Kawasan ini dulunya merupakan kawasan pasar traditional yakni pasar Cerbon. Pasar itu layaknya pasar desa yang memiliki beberapa stand yang dimiliki oleh beberapa penduduk sekitar seperti Mbah Slamet, Wo Panjang, lalu buyut saya, Mbah Ungin, juga seringkali berjualan disana. Dia berjualan “cipar” yakni semacam kecambah dari kedelai untuk sayur asem.. terkadang buyut saya juga berjualan bunga buat melayat ke kuburan. walau hasilnya waktu itu hanya kisaran uang koin ratusan rupiah.. tapi saya salut sama keuletannya.. terlebih saya seringkali dibelikan oleh-oleh sepulang dari pasar tadi… Seingat saya dulu diseberang pasar terdapat penjual dawet cendhol khas Lorok dengan mengunakan gula bathok – gula merah sebagai pemanis.. rasanya sekarang, rumah tersebut tidak berjualan lagi.. 


Pasar Cerbon jelasnya tidak seramai pasar daerah, pada awal tahun 1990-an, kalau tidak salah arus sungai yang mengalir dibelakang pasar mengerus tanah, sehingga diding pasar ambrol seketika banyak kios took yang tidak beroperasi. beberapa kios dibangun kembali tetapi cerita pasar Cerbin cukup samapai disitu. Sebagai gantinya, berdiri waring makanan yang menjual menu Soto Pacitan plus beberapa jajanan oleh-oleh khas Pacitan seperti Kolong, kembang Gula, Sale Pisang, jenang, Sengkolon dsb.  

 

Ada sebuah kisah tentang seorang perempuan yang bernama si Paijem, wanita paroh baya ini dekat sekali dengan penghuni pasar, begitu pula dengan buyut saya, dia memang seorang yang ringan tangan. Saya sendiri beberapa kali diantarkan pulang dan terkadang saya digendhong dipunggungnya. Betapa tragisnya sewaktu dia meninggal, seingat saya, dia tinggal di area Pasar, dia meniggal salah satu sudut pasar tersebut setelah menderita sakit yang lumayan lama.. Nyesel dan sedih juga saya kala iyu. Sebenarnya, dia memiliki keluarga akan tetapi banyak yang tidak tahu riwayat keluarganya. So… Penduduk sekitarlah yang mengantarnya menghadap ilahi… “May You Rest in Peace old Woman”


Pernah melihat dan masih ingat dengan film yang dibintangi oleh Macaulay Culkin “My Girl”? lain cerita dengan kisah wanita diatas, sewaktu saya masih anak-anak, didaerah tersebut juga ada seorang anak perempuan nan jelita. Dia begitu dikenal luas karena parah wajahnya apalagi bagi kalangan anak-anak kecil seusiaku dulu.. ha ha ha istilahnya kembang desalah… jujur saja sampai begitu cantiknya saya sendiri sampai tidak berani bercakap-cakap dengannya… sampai saya ekspansi tetap saja saya tidak pernah ngobrol. Namanya… Ada Dech! ini privasi… tapi bukanlah “hidden affairs” lho! sekedar demi kebaikan bersama saja…


Saat ini yang tersisa dari kawasan ini hanyalah sebuah Toko Pojok milik Pak Heri – Toko ini merupakan toko kelontong yang paling lengkap dagangannya dan merupakan sebuah toko besar dikawasan Cerbon selain Toko miliknya Mbah Rahman yang merupakan supplier besar minyak tanah dan bensin. Didepan Toko itu ada sebuah tugu besar seperti yang terlihat di gambar. Dari dulu kondisi Tugu tersebut tidaklah berubah, selain itu bangunan toko sendiri dibangung diatas aliran sungai. Jadi ya ada lorong sungai dibawah Toko dan Bangunan Rumah tersebut. Selain Toko Pojok, ada juga yang todak berubah yakni jembatan atau kreteg Cerbon serta pintu airnya. saya rasa dua bangunan tersebut layak dilestarikan karena memiliki peranan penting bagi Lorok. Memang sih kreteg carbon bukanlah jembatan besar, hanya cukup dua jalur kecil dengan lebar 4-5 meter saja. tapi merupakan prasarana penting. Kalau tidak salah ingatan saya, jembatan tersebut pernah mengalami pelebaran, saya sendiri pernah rasanya menyaksikan proses pengerjaannya.. 


Sementara itu, kondisi kawasan Pasar Cerbon sekarang ini, tahun 2012, tidak memiliki bangunan apapun. Tidak ada lagi bangunan pasar serta hiruk pikuk kegiatan ekonomi didaerah tersebut. Ntah Aparat desa mempunyai rencana atau design yang lain ya saya kurang tahu.. alangkah bagusnya bila mana kawasan tersebut dicalonkan sebagai cagar budaya… Heritage gitulah…   

KUD Ngadirojo Plus Gudang Logistik



KUD Ngadirojo, walau namanya mengunakan nama desa ibukota kecamatan, akan tetapi lokasi KUD ini berada di desa cokrokembang. KUD ini merupakan salah satu bidang usaha yang maju pada masanya. Saya rasa peranannya juga masih terasa sampai saat ini. KUD ini telah mengalami renovasi bangunan. Dulunya lokasi bangunan kantornya tidak berada seperti yang ada didalam gambar. Selain bangunan kantor, ada 2 gudang dan satu unit pengilingan padi. 2 Gudang tadi satu gudang timur untuk lumbung beras dan pupuk – sampai sekarang masih ada dan terlihat orisinal dan satu gudang barat yang lebih banyak digunakan sebagai area badminton dan sepak takraw oleh warga setempat. Gudang ini telah dirobohkan dan dibangun kantor baru diatas lahan tersebut. Gudang unit penggilingan padi masih berdiri kokoh dan mungkin saja masih beroperasi. Serta ditambah pula sebuah area menjemur padi didepan gudang penggilingan padi. 


Sebelum Listrik disuplai oleh PLN, KUD ini juga pernah menyediakan kebutuhan listrik dari tenaga mesin diesel dengan bahan bakar solar untuk beberapa desa dikecamatan Ngadirojo. Layanannya pun terbatas mulai sore pukul enam sampai tengah malam. Wargapun ditarik retribusi listrik sesuai dengan jumlah watt yang digunakan. Walaupun demikian,. menikmati listrik pada saat itu sudah bisa sangat bersyukur.


Dulu saya mengunakan area ini untuk arena bermain. Saya seringkali bermain dedak-tumpukan kulit padi walau nantinya rasa gatalnya bukan kepalang, memanjat pohon beringin dan sempat jatuh yang mana pantat saya menimpa kerasnya akar pohon tersebut, mandi dan lompat sungai dibelakang KUD, memancing dikali tersebut.. dan terkadang membelikan seplastik bekatul untuk makanan ternak bagi tetangga kanan kiri. Walau kecil sekitar Rp 25-50 saja, sudah lumayanlah buat tambahan uang saku buat jajan disekolah.    

Kantor Pos Kec. Ngadirojo


Bangunan lain yang ada dikawasan ini tidak lain ialah Kantor Pos Kec Ngadirojo. Secara fisik bangunan ini tidak mengalami perubahan berarti dimana warna coklat orang yenag mendominasi bangunannya. Saya masih teringat dengan dengan seorang Tukang Pos waktu itu, hanya dengan mengendari sepeda “onthel” ya sepeda kebo warna coklat kehitaman plus diberi tas pos dibelakang. Bapak ini setia mengantarkan kiriman surat, wesel dan berita parsel. Saat ini kantor pos juga sudah mengandeng beberapa jasa pengiriman uang seperti western union dsb. Saya pernah dekat dengan keluarga mereka yang notabene juga memiliki anak sesuai saya waktu itu, Mbak Danik dan Mas Danang kalo tidak salah saya mengingat. Akan tetapi Kepala atau pejabat tersebut pindah lokasi dinas di Pacitan Kota beberapa tahun setelah saya meninggalkan desa tersebut.


Well.. masih ada beberapa cerita informatif tentang bagian Tengah dan Selatan..
Semoga bisa cepat selesai menulisnya untuk Anda