Potret Penjual Es Keliling
Berdasarkan sumber dari buku "Oud Soerabaia",
pabrik es batu sudah ada di Surabaya sejak tahun 1866. Dari es batu tersebut
diolah dan memunculkan beragam versi minuman es bagi warga Surabaya waktu dulu.
Masih ingatkah anda tentang nama-nama yang kondang waktu itu? Sebut saja
nama-nama es puter, es kelapa muda, es cendol, es cao atau es gronjong yang mememenuhi kebutuhan
minuman dingin dan segar sebagai pelepas dahaga warga kota tempo dulu. Dengan
kata lain, sebelum Walls atau Campina yang mendominasi pasar es saat ini,
merekalah minuman es favorites warga kota.
Kala gerobak roda masih terlalu mahal bagi para Ijsverkoper atau Penjual es. Mereka
memikul dagangan mereka. Pada satu bagian pikulan, penjual es mengunakan tong
kayu sebagai wadah tempat es batu. Tong dibuat dari kayu denga tujuan supaya es
tidak cepat mencair karena kayu sangat lambat mehantarkan panas. Biasanya
berupa kaleng yang dimasukkan ke dalam tong kayu seperti ini. Untuk memperlambat
proses pencairan, biasanya es di campur dengan sekam atau kulit padi. Ketika
mau digunakan barulah es tersebut di cuci lagi dengan air. Di bagian pikulan
lain ada bahan-bahan untuk membuat es campur. Bahan-bahan yang dibawa misalnya
gula jawa, sirup, cendol, santan, dan
degan atau . Kira-kira es jenis
apakah yang mereka jual? Menurut paparan pemerhati sejarah kota, tentu saja para Ijsverkoper bukan penjual es puter. Untuk es puter biasanya
dipakai tong khas yang ukurannya lebih besar, agar bisa diaduk (diputer) dengan
mudah. Sepertinya mereke berjualan Es cendol.
Menariknya lagi, di belakangnya penjual es tersebut tampak
sebuah papan nama jalan “Dwarsstraat”. Derk dwarsstraat yang berarti “Jalan Lintang”, merujuk pada
nama , jalan Pacar Keling sekarang ini yakni daerah sebelah timur stasiun Gubeng.
jo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar