Kamis, 21 Februari 2013

Es Poeter Verkoper



Klinthing-Klinthing dan eyecatching



Masih ingatkah anda dengan es poeter yang sempat menjadi favorit masa kecil kita semua? Rasa dan sajian es poeter konon mirip dengan rasa milkshake dari McDonald; namun es puter disajikan agak kental dan sedikit kurang cair. Berdasarkan pengakuan meener londho yang tertera dalam buku Hein Buitenweg "Krokodillenstad" dikatakan, walau proses pembuatannya sederhana dan tidak se-higienis dari saingannya, yakni es krim Zangrandi, es poeter tidak pernah membuat konsumennya sakit perut.

Selain rasa, tatanan gelas-gelas mungil yang berkaki langsing dengan bentuknya yang cantik, kecil, manis tertata semakin tampak unik dan eyecatching. Konon, jaman dulu gelas-gelas seperti dalam foto dibuat untuk jualan es keliling. Jangan lupakan pula gantungan gelas-gelas plastik bening yang terkadang ditambahi kaca bohlam yang diisi air warna-warni  yang digantungkan atau istilahnya pating grandul. Benar-benar menarik mata bukan? Walau disajikan dalam bentuk yang menarik mata, harganyapun juga sangatlah murah, segelas saja cuman se-gobang atau sekitar setengah sen tiap gelasnya  . Selain itu, ada pula bunyi bel bersuara klinting-klinting yang khas dan merupakan panggilan bagi pelangan setia.

Bunyi klinting atau "Klienting-klientieng" adalah variasi dari suara "kelontong", yang dihasilkan dari alat musik kelontong yang dahulu dipakai oleh pedagang keliling dari etnis Tionghoa untuk memberitahu bahwa mereka telah tiba. Sedangkan dari versi bahasa Belanda, Klinting berasal dari dari kata tingeling, atau kling klang klong.

Tidak beda dengan para penjual keliling lainnya yang serba dipikul, demikian juga para Es Poeter Verkoper melayani pembeli setia dengan keliling dari kampung ke kampung. Seiring perkembangan jaman, pikulan tadi digantikan oleh kereta dorong atau rombong.  

Konon, rasa Es puter sekarang tidak seenak es poeter jaman tempo doeloe.  Kalaupun pembaca menjumpai, es puter saat ini mengunakan opak cum-cum yang berbentuk cone yang diberi susu kental manis coklat cap bendera merk Frisian Flag. Selian itu ada juga yang disajikan dalan mangkok kecil yang bisa divariasi dengan bisa diisi ketan item, apokat dan mutiara sebagi topping. jo


Palmwijn-verkoper op Java



Palmwijn-verkoper op Java 


Legen, Toak dan Siwalan

Sepulang sekolah, ketika terik mentari menyengat, udara begitu panas serta cucuran keringat membasahi badan, satu dalam benak yakni minuman dingin nan segar. Pilihan waktu itu, tidak sebanyak saat ini. Salah satu favoritnya anak usia sekolah terutama yang laki-lagi ialah es legen.

Tidak bisa dipungkiri rasa minuman ini begitu menyegarkan bahkan saking enaknya, penyuka bisa sampai mabuk legen atau toak. Konon kedua jenis minuman ini legen dan toak itu nature alias tidak ada campuran kimia apaun tapi rasanya tetap sedap.  Sejauh ini toak yang terkenal dari daerah Gresik.

Penjual es legen biasanya menempatkan minuman tradisional tersebut kedalam bonjor yakni tabung bambu yang panjangnya sekitar 1-1,5m. Tabung bambu yang sekat antar ruasnya telah dibersihkan menjadi ciri khas penjual legen. Biasanya untuk bonjor yang ukuran kecil diisi dengan legen tapi kalau yang ukurannya panjang-panjang di sisi dengan toak.

Bahkan sebagai pasangan minumannya, beberapa buah siwalan tergantung mewarnai dagangan penjual es legen. Buah dari pohon sejenis pohon kelapa namun berukuran lebih pendek dulu banyak dijumpai di daerah Kenjeran.  Menurut penuturan warga setempat rasa buah ini enak, tapi kalau kebanyakan memakan bisa membuat  ngelu atau kepala pening.
 
Selain dijajakan dipinggir jalan seperti dikawasan Gunungsari, Karangpilang, Diponegoro, Undaan, legen atau toak kerap dihidangkan pada acara “melekan” pada sebuah hajatan.

Sekarang jarang sekali kita melihat penjual legen yang menjual dalam buluh bambu seperti foto diatas. Kebanyakan sudah dalam bentuk botolan Aqua ukuran 700ml. Apalagi yang jual tuaknya, lebih sulit lagi. Lebih parahnya bukan hanya tempat jualannya yang diganti, tetapi isinya juga diganti dengan air tape begitu juga dengan minuman tuaknya. jo



Ijsverkoper 1925



Potret Penjual Es Keliling




Berdasarkan sumber dari buku "Oud Soerabaia", pabrik es batu sudah ada di Surabaya sejak tahun 1866. Dari es batu tersebut diolah dan memunculkan beragam versi minuman es bagi warga Surabaya waktu dulu. Masih ingatkah anda tentang nama-nama yang kondang waktu itu? Sebut saja nama-nama  es puter, es kelapa muda, es cendol, es cao atau es gronjong yang mememenuhi kebutuhan minuman dingin dan segar sebagai pelepas dahaga warga kota tempo dulu. Dengan kata lain, sebelum Walls atau Campina yang mendominasi pasar es saat ini, merekalah minuman es favorites warga kota.

Kala gerobak roda masih terlalu mahal bagi para Ijsverkoper atau Penjual es. Mereka memikul dagangan mereka. Pada satu bagian pikulan, penjual es mengunakan tong kayu sebagai wadah tempat es batu. Tong dibuat dari kayu denga tujuan supaya es tidak cepat mencair karena kayu sangat lambat mehantarkan panas. Biasanya berupa kaleng yang dimasukkan ke dalam tong kayu seperti ini. Untuk memperlambat proses pencairan, biasanya es di campur dengan sekam atau kulit padi. Ketika mau digunakan barulah es tersebut di cuci lagi dengan air. Di bagian pikulan lain ada bahan-bahan untuk membuat es campur. Bahan-bahan yang dibawa misalnya gula jawa, sirup, cendol, santan, dan degan atau . Kira-kira es jenis apakah yang mereka jual? Menurut paparan pemerhati sejarah kota, tentu saja para Ijsverkoper bukan penjual es puter. Untuk es puter biasanya dipakai tong khas yang ukurannya lebih besar, agar bisa diaduk (diputer) dengan mudah. Sepertinya mereke berjualan Es cendol.

Menariknya lagi, di belakangnya penjual es tersebut tampak sebuah papan nama jalan “Dwarsstraat”.  Derk dwarsstraat  yang berarti “Jalan Lintang”, merujuk pada nama , jalan Pacar Keling sekarang ini yakni daerah sebelah timur stasiun Gubeng. jo